Contoh-contoh Artikel yang berkaitan



Artikel 1


Tips  Memilih Restoran Halal 

Mar 06,2009 ~ written by admin 



Konsumen muslim di Indonesia, karena merasa muslim adalah mayoritas di Indonesia, seringkali tidak sadar bahwa tidak semua restoran di Indonesia menyediakan makanan halal. Tidak sadar pula bahwa walaupun di restoran tersebut tidak menyediakan masakan babi atau minuman keras ternyata makanan yang disajikan tidak semuanya dijamin halal. Hal ini dapat terjadi diantaranya akibat ketidaktahuan si pengelola restoran maupun konsumen itu sendiri. Oleh karena itu menjadi penting bagi konsumen untuk mengetahui peraturan yang berlaku, jenis makanan yang diragukan kehalalannya dan bagaimana cara terbaik untuk memilih restoran yang halal seperti akan dijelaskan dibawah ini.

Peraturan
Di Indonesia tidak ada peraturan yang mengharuskan setiap restoran harus menyediakan makanan halal, tidak juga ada keharusan memeriksakan kehalalan makanan yang disajikan restoran ybs. Yang ada adalah apabila si restoran ingin mengklaim bahwa restorannya menyajikan makanan halal maka harus memeriksakan makanannya ke MUI, apabila si restoran tersebut telah mendapatkan sertifikat halal maka si restoran berhak mencantumkan logo halal pada restorannya. Peraturan ini sebetulnya merupakan analogi peraturan yang berlaku pada produk pangan dalam kemasan dimana pencantuman label atau tanda halal pada produk dalam kemasan harus didasarkan atas sertifikat halal yang dimiliki oleh produk tersebut dimana sertifikat tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan oleh lembaga yang berwenang (MUI).

Masalahnya, seringkali si pengelola restoran mencantumkan label atau tanda halal di restorannya walaupun restoran tersebut belum pernah diperiksa sama sekali oleh yang berwenang (MUI). Bahkan, ada satu restoran Jepang yang telah diperiksa MUI tapi tidak memperoleh sertifikat halal karena dalam pembuatan makanannya masih mengggunakan sake dan mirin (keduanya masuk kedalam golongan khamar), ternyata si restoran tersebut mengiklankan dirinya sebagai restoran halal. Praktek praktek seperti ini jelas sangat merugikan konsumen. Untuk kasus yang pertama dimana restoran mencantumkan sendiri label halal tanpa pemeriksaan itu jelas tindakan yang tidak fair karena konsumen tidak mengetahui bagaimana makanan yang disajikan si restoran dibuat dan tidak ada pihak yang ketiga dan berwenang yang menjadi saksi dalam pembuatan makanan yang disajikan. Dalam kasus yang kedua dimana sudah jelas jelas si restoran tersebut menyajikan makanan yang tercampur bahan yang haram sehingga makanan yang disajikan juga haram, sudah melakukan penipuan terhadap konsumen karena berani mengklaim dan mengiklankan restorannya menyajikan makanan halal padahal haram. Celakanya, hampir tidak ada sangsi yang diterima oleh restoran walaupun mencantumkan label halal atau mengiklankan restorannya sebagai halal tetapi tidak diperiksa dan dinyatakan halal oleh yang berwenang, atau melakukan penipuan sekalipun.

Sebagai konsumen kita harus waspada dan teliti karena jika si restoran tersebut tidak memiliki sertifikat halal maka artinya kehalalan makanan yang disajikan restoran ybs tidak ada yang menjamin. Sayangnya, masih sedikit restoran yang telah memiliki sertifikat halal (lihat tabel), oleh karena itu pengetahuan kitalah yang harus ditingkatkan sehingga bisa mengetahui mana restoran yang menyajikan makanan yang diragukan kehalalannya dan mana yang tidak.

Jenis makanan yang secara umum diragukan kehalalannya
Secara umum makanan moderen lebih rawan kehalalannya (dibandingkan dengan makanan tradisional) karena bahan yang digunakan banyak yang impor dan berasal dari negara non muslim (khususnya bahan hewani dan turunannya). Secara khusus konsumen muslim harus mewaspadai masakan Cina karena dalam pembuatannya sering melibatkan lemak babi dan arak, baik dalam bentuk arak putih maupun arak merah (ang ciu). Selain itu, kie kian yang sering digunakan dalam pembuatan cap cai dalam pembuatannya melibatkan lemak babi.
Masakan Jepang dan sejenisnya dalam pembuatannya sering melibatkan sake dan mirin, keduanya masuk kedalam golongan khamar sehingga masakan yang dibuat dengan menggunakan sake dan mirin tidak diperkenankan dikonsumsi oleh umat Islam. Masakan Barat juga rawan kehalalannya karena banyak menggunakan keju (status kehalalannya syubhat), wine (khususnya masakan Perancis), daging yang tidak halal, buillon (ekstrak daging), wine vinegar, dll.

Bagaimana memilih?
Dalam memilih mana restoran yang menyajikan makanan yang kehalalannya terjamin di Indonesia memang agak repot mengingat jenis restoran yang ada sangat banyak dan bervariasi dari mulai warung tegal, warung tenda, restoran kecil, restoran besar, restoran fast food, dll. Walaupun demikian, ada beberapa saran yang dapat dijadikan pegangan yaitu:

1.      Pilihlah restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal (lihat tabel). Restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal sudah tidak perlu diragukan lagi kehalalan makanan dan minuman yang disajikannya.

2.      Jika kita tidak membawa daftar restoran halal maka pada waktu masuk ke restoran yang kita ragu atas kehalalan makanan dan minuman yang disajikan maka tanyakanlah sertifikat halal yang dimiliki oleh restoran tersebut secara sopan. Jangan terkecoh dengan adanya label atau tanda halal yang ada di restoran ybs karena seperti telah dijelaskan sebelumnya, tidak selalu benar apa yang dinyatakan oleh restoran tsb. Jika kita ragu terhadap kehalalan makanan dan minuman yang disajikan oleh restoran yang tidak memiliki sertifikat halal maka harus kita hindari restoran tsb.

3.      Hindari restoran yang menyajikan masakan yang secara umum diragukan kehalalannya seperti telah dijelaskan sebelumnya, kecuali restoran tersebut telah mendapatkan sertifikat halal dari yang berwenang.

4.      Tidak ada salahnya bertanya secara sopan dan baik untuk memastikan bahwa restoran yang kita datangi tidak menyajikan masakan yang diragukan kehalalannya. Sebagai contoh, kita dapat bertanya “apakah dalam pembuatan masakan di restoran ini menggunakan ang ciu?”, jika jawabannya “ya” maka kita katakan “terima kasih, maaf saya tak jadi makan di tempat ini, ada keperluan lain”, lalu kita meninggalkan restoran tsb.

5.      Hindari restoran yang menyajikan masakan yang jelas jelas haram seperti produk babi dan minuman keras. Jangan pula makan di restoran yang menyajikan masakan halal bercampur dengan masakan haram seperti produk babi atau minuman keras. Tidak ada jaminan bahwa masakan yang disajikan tidak bercampur dalam pembuatannya dengan masakan yang haram. Dalam hal minuman keras, kita diperintahkan untuk menghindari tempat dimana minuman keras disajikan.







Artikel 2


Logo ‘Halal' & ‘Islam' : Haruskan
Guna Tanpa Selidik?
( Artikel ini diterbitkan oleh METRO AHAD 3 Dis 06)
Oleh
Ust Zaharuddin Abd Rahman
Salah satu persoalan yang kerap bermain di pemikiran umat Islam adalah apabila mereka ingin menggunakan produk-produk yang bertanda ‘halal' atau ‘Islam'. Ada di antara mereka yang tertanya-tanya samada menjadi kewajiban bagi mereka untuk membuat kajian sendiri sebelum menggunakannya atau mencukupi dengan ‘sangka baik' serta mempercayai tanda-tanda tersebut.
Hal ini berlaku dalam pelbagai bidang, samada dalam bidang pemakanan, barang kegunaan harian mahupun dalam bidang kewangan. Bagi bidang pemakanan dan penggunaan, kita dapat melihat dengan jelas peranan logo ‘halal' dari Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) yang begitu penting untuk dipastikan sebelum membeli sesuatu produk.
Manakala, bagi urusan kewangan, peranan Jabatan Perbankan Islam dan Takaful (JPIT) di bawah Bank Negara Malaysia, Jabatan Pasaran Modal Islam di bawah Suruhnajaya Sekuriti serta Majlis Penasihat Shariah di pelbagai peringkat juga amat penting bagi memastikan logo ‘Islam' pada nama Bank dan produk kewangan adalah juga tulen sebagaimana logo JAKIM yang terdapat pada makanan.
Cabaran dalam memastikan kesemua logo ini tulen serta mempamerkan keislaman yang tulen sememangnya bukanlah satu kerja yang mudah. Terutama di dalam bab kewangan yang agak kompleks hingga menyebabkan kemungkinan terdapat perbezaaan pentafsiran memahami sesuatu konsep yang digunakan.
Cuma fokus saya dalam tulisan ini berkisar tentang tanggung jawab sebagai orang awam atau pengguna dalam hal memastikan kebenaran logo itu. Dengan kepelbagaian latar belakang, ilmu serta kemudahan. Terdapat yang bertanya, bolehkah saya berpegang terus dengan logo yang ada, tanpa sebarang usul periksa, dan jika ada sebarang khabar-kahabar angin, saya abaikan ?
Menurut pandangan Islam, bagi individu yang tidak mempunyai kemampuan samada ilmu, masa, sumber tepat dan berauthoriti untuk membuat kajian mendalam, maka hukum ke atas mereka adalah harus untuk menggunakan dan bersangka baik dengan ‘branding' 'Perbankan Islam' atau 'Bank Islam' atau "diluluskan Majlis Penasihat Shariah' dan apa jua terma yang jelas menunjukkan mereka di tadbir urus secara Islam.  Allah SWT berfirman : "Tidak dipertanggung jawabkan seseorang dengan apa yang diluar kemampuannya" (Al-Baqarah : 233). Maka dalam hal ini, kewajiban seseorang adalah terhenti kepada usahanya untuk mencari sesuatu produk yang bertanda ‘halal' atau ‘Perbankan Islam' sahaja. Tugasan wajib seterusnya dipikul oleh ilmuan khas Shariah, pengurusan institusi itu sendiri dan pihak berkuasa untuk memastikan yang ‘halal' dan ‘Islam' itu bukan sekadar jenama kosong tanpa isi.
Adapun bagi sesiapa yang ingin dan mempunyai kredibiliti serta sumber berauthoriti untuk membuat pengkajian dengan lebih mendalam, ia boleh dianggap satu ‘bonus' untuk diri mereka. Dalam situasi dimana mereka mendapati sesuatu kelemahan (kemungkinan melalui pengalaman mereka ketika berurusan dengan institusi kewangan Islam ini), mereka perlulah mendekati pihak yang bertanggung jawab terlebih dahulu sebelum memukul canang di luar sehingga boleh menguris kepercayaan awam kepada institusi kewangan Islam secara umum dan juga produk-produk berlogo ‘halal' itu.
Ia merupakan suatu akhlak Islam dalam memastikan bahawa informasi yang diperolehi disalurkan kepada saluran yang betul. Ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 83 ertinya : " dan apabila datang kepada kamu berita baik atau keburukan, mereka (orang munafiq) kerap suka menyebarkannya terlebih dahulu, (lebih baik) sekiranya mereka merujuk kepada perkara itu kepada Rasul dan pemerintah (orang berwajib) nescaya mereka tahu bagaimana untuk bertindak...".
Selain itu, tindakan memukul rata semua perbankan Islam lemah apabila menjumpai satu kesilapan adalah kurang tepat kerana :-
       a) Kesilapan itu adalah kesilapan individu pegawai yang bertugas itu sahaja. Jika demikian, kesilapan ini tidak harus dipertangungjawabkan kepada Majlis Penasihat Shariah sesebuah bank itu. Apatah lagi untuk meletakkan kesilapan itu kepada seluruh operasi bank-bank Islam di Malaysia dan dunia. Hal ini pernah dan sememangnya boleh berlaku. Menurut pengetahuan saya, terdapat seorang individu yang menjumpai beberapa kelemahan ketika ingin menggunakan produk pembiayaan perumahan, maka dihebohkan di satu negara dan kepada seluruh rakan-rakannya dengan dakwaan bahawa perbankan Islam di Malaysia sebagai ‘tidak berguna'. Padahal ia adalah kesilapan peribadi si pegawai yang bertugas hari itu. Wajarkah tindakan ini?.

              b) Kesilapan itu adalah kesilapan pengurusan institusi kewangan itu sahaja. Ertinya, Majlis Penasihat Shariahnya telah memberikan nasihat yang benar dan betul tentang tatacara, syarat dan rukun. Akan tetapi akibat dari kelalaian atau didorong oleh perasaan ingin memudahkan proses teknikal, pihak pengurusan telah mengubah keputusan Majlis Shariahnya kepada keputusan yang diubahsuai. Keadaan ini boleh berlaku jika Jentera Pemantauan Shariah di dalam operasi sesebuah institusi kewangan itu tidak kukuh dan berdiri sendiri (independence).

     c) Kesilapan itu adalah kesilapan pihak pengurusan dalam memberi gambaran proses kepada Majlis Penasihat Shariah. Hal ini juga mudah boleh berlaku terutama apabila pihak pengurusan tidak mampu menjangkakan tahap kefahaman ahli Majlis Penasihat Shariah mereka. Hasilnmya, mereka membentang dengan sangat ringkas, dan kelihatan mudah dan boleh diterima oleh Shariah. Akibatnya, walaupun ia diluluskan oleh Majlis Shariah tetapi tidak lebih hanya konsep sahaja dan bukannya cara aplikasi produk itu.

             d) Kesilapan Majlis Penasihat dalam memahami penerangan pengurusan. Ini juga mungkin berlaku, tetapi jika ia berlaku, pihak individu tadi masih tidak boleh membuat tuduhan ‘tidak Islamik' nya secara purata Institusi Kewangan Islam. Ini kerana kesilapan yang sama kemungkinan besar tidak berlaku di Institusi kewangan Islam yang lain.
Justeru, kesalahan satu-satu institusi tidak boleh dihukumkan ke atas seluruhnya. Tidak dinafikan sememangnya kemungkinan kesilapan berlaku akibat kelemahan manusia yang mengurus, justeru ia perlulah dibawa kepada peringkat perbincangan dan laporan dengan lebih sistematik.
Jika dilihat dari aspek yang lain pula, terdapat kemungkinan besar juga bahawa penemuan 'findings' mereka adalah silap, terutamanya jika individu tadi tidak memahami sebaiknya undang-undang Shariah, Malaysia dan instrumen kewangan moden. Kerana itu, adalah dibimbangi bahawa 'heboh' tanpa fakta sohih boleh menyebabkan orang awam keliru dan kembali ke institusi konvensional yang pastinya HARAM.
Secara tidak langsung, termasuklah orang seperti ini dalam hadith sohih "barang siapa yang mengajak kepada keburukan dan orang mengerjakannya, lalu ia akan menanggung dosa di pelaku tadi tanpa kurang.." Ini kerana, kerana sikap gopohnya, ia menjauhkan awam dari kebaikan akhirat kepada keburukan dunia akhirat.





Artikel 3






Pendedahan Benda Haram Dalam Ubat!

December 20, 2012   Panduan Halal
Ulasan Buku oleh Berita Harian
19 Disember 2012
Mukasurat 34







Artikel 4


Penguatkuasaan halal kini lebih berkesan, bersepadu Oleh Mohd Amri Abdullah


2011/03/23

PADA 18 Mac lalu, semua khatib di Wilayah Persekutuan membaca khutbah berkaitan konsep Halalan Thoyyiba seolah-olah pada saiyidul ayyam (penghulu segala hari) ini memberikan amanah besar kepada pegawai Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) untuk menguruskan pensijilan halal. Justeru, selepas sembahyang Jumaat, secara rasminya pegawai JAKIM diserahkan kad kuasa pelantikan sebagai Penolong Pengawal Perihal Dagangan Di Bawah Akta Perihal Dagangan 1972 oleh Kementerian Perdagangan Dalam Negeri, Koperasi dan Kepenggunaan (KPDNKK).

Sebenarnya pewartaan pegawai JAKIM sebagai Penolong Pengawal Perihal Dagangan berkuat kuasa mulai 15 April 2010 lagi, tetapi penyerahan kad kuasa hanya dilaksanakan pada tarikh itu kerana perlu melengkapkan pegawai JAKIM dengan latihan dan tunjuk ajar mengenai tindakan penguatkuasaan, khususnya aspek perdagangan.
Seramai 62 orang, iaitu Pengarah Bahagian Hab Halal JAKIM, Pegawai Hal Ehwal Islam dan Penolong Pegawai Hal Ehwal Islam Cawangan Pemantauan dan Penguatkuasaan, Bahagian Hab Halal, JAKIM sudah dilantik sebagai Penolong Pengawal Perihal Dagangan di bawah Akta Perihal Dagangan 1972 pada 15 April 2010 melalui warta bertarikh 10 Jun 2010 (P.U. (B) 265). 

Melalui kuasa yang diperturunkan ini, pegawai JAKIM boleh mengambil tindakan kes berkaitan penyalahgunaan perbahasaan dan logo halal serta peruntukan berkaitan penguatkuasaan halal. Sebelum ini penguatkuasaan halal dijalankan sepenuhnya oleh KPDNKK.

Dengan pelantikan ini dapat menghakis tanggapan sesetengah pihak, termasuk syarikat swasta yang mengeluarkan sijil halal yang menyatakan pegawai JAKIM tidak mempunyai kuasa dalam menjalankan pemantauan dan penguatkuasaan sijil dan logo halal, malah turut meminta pemegang sijil halal swasta membuat laporan polis jika mana-mana pegawai yang datang kecuali KPDNKK.

Memandangkan kerja pemantauan dan penguatkuasaan halal sama dengan agensi penguatkuasaan lain, adalah wajar dan tepat pegawai JAKIM juga dilantik di bawah kuasa itu dan diberikan kemudahan sama seperti agensi penguat kuasa lain. Pelantikan ini akan memperkasakan lagi pengawalan sijil dan logo halal di Malaysia.

Sebelum ini JAKIM berperanan sebagai pemantau kepada pemegang Sijil Pengesahan Halal Malaysia saja, tetapi dengan penurunan kuasa ini JAKIM juga berperanan untuk membuat pemeriksaan kepada mana-mana syarikat yang menggunakan perbahasaan halal.
Seperti diumumkan Ketua Pengarah JAKIM, Datuk Wan Mohamad Sheikh Abd Aziz, pada 2010, 1,384 pemeriksaan pemantauan dan penguatkuasaan dijalankan.
Sebanyak 1,202 atau 87 peratus adalah secara berkala, aduan 95 (7 peratus) dan susulan 87(6 peratus). Secara purata cawangan ini menjalankan pemeriksaan sebanyak 115 premis/kilang sebulan. Daripada jumlah itu, sebanyak 1,077 (78 peratus) kategori produk makanan, 267 (19 peratus) premis makanan (hotel dan restoran), 38 (3 peratus) rumah sembelih dan 2 logistik (gudang).

Hasil pemantauan keseluruhan mendapati 1,193 (86 peratus) adalah komited halal (mematuhi piawaian halal), manakala 191 (14 peratus) masih dilaporkan Ketidakakuran (Non Comformence Report (NCR)) yang perlu dilakukan pembetulan oleh industri.

Objektif JAKIM adalah ke arah sifar NCR. Untuk mencapai objektif ini sudah tentu agensi lain harus memainkan peranannya seperti Halal Industri Development Corporation (HDC). Statistik ini menunjukkan kesungguhan JAKIM menangani isu halal, ini tidak termasuk dijalankan oleh Jabatan Agama Islam Negeri (JAIN) dan KPDNKK sendiri.

Penulis mengambil peluang mengucapkan tahniah kepada KPDNKK kerana langkah penurunan kuasa ini adalah perkongsian pintar dan inovasi yang melihat kepada matlamat yang lebih besar. Ia juga hasil kerjasama erat selama ini antara JAKIM-KPDNKK.

Penulis berpandangan agensi penguat kuasa lain yang berkaitan juga boleh mengikut langkah proaktif KPDNKK. Dalam menguatkuasakan pensijilan halal, pelbagai agensi terbabit seperti Kementerian Kesihatan (KKM) yang menguatkuasakan Akta Makanan 1983, mungkin pegawai teknologi makanan di JAKIM juga boleh dilantik untuk menguatkuasakan akta ini dalam pensijilan halal.

Begitu juga agensi lain seperti Jabatan Perkhidmatan Veterinar (JPV), Kastam, dan Pihak Berkuasa Tempatan (PBT). Cadangan lain yang boleh dipertimbangkan ialah dengan memasukkan elemen halal dalam mana-mana undang-undang berkaitan seperti di agensi tadi. Maka pengawalan sijil dan logo halal makin bersepadu.

Justeru, dengan pemantauan dan penguatkuasaan oleh JAKIM sepenuhnya bakal memberi impak yang positif dari aspek pematuhan undang-undang berkaitan penggunaan logo dan perbahasaan halal di samping dapat mengembalikan keyakinan kepada pengguna industri ke arah menjadikan Malaysia sebagai hab halal antarabangsa.

Penulis ialah Penolong Pengarah Kanan, Hab Halal JAKIM 










Inspiring Quotes, Inspiration Quotes, Inspiring Sayings

No comments:

Post a Comment